Kata pengantar
Dengan
menyebut nama allah yang maha pemurah lagi maha penyayang.
Dengan
kerja keras akhirnya bisa menyelesaikan tugas makalah filsafat yang berjudul
“filsafat dan bahasa”. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat di jadikan
rujukan dalam setiap mata perkuliahan filsafat.
Walaupun
demikian, kami sangat sadar bahwa kerja keras kami masih memerlukan respon.
Kritik atau saran yang menggugah kami nantinya. Agar kami dapat menghasilkan
karya yang lebih baik di masa yang akan datang.
Terakhir,
kami ucapkan terimakasih kepada segenap rekan kerja, para editor, serta
pihak-pihak lain yang telah membantu dalam pengerjaan tugas ini.
Penyusun
Daftar
isi
Kata pengantar.....................................................................................................i
Daftar
isi...............................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
Latar belakang........................................................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Spekulasi
Asal Usul Bahasa.......................................................................2
B. Defenisi
Bahasa Dan Filaafat.....................................................................7
C. Esensi
Bahasa Di Tinjau Dari Segi Filsafat................................................9
1. Bidang-bidang
khusus yang dikaji dalam filsafat bahasa.......................9
a. filsafat analitik....................................................................................9
b. filsafat sintetik....................................................................................9
c.
filsafat hermeneutik..........................................................................10
2.
Hubungan bahasa dan pengetahuan bahasa......................................10
3.
Filsafat..................................................................................................10
a.
epsitemologi.....................................................................................11
b.
ontologikal........................................................................................12
c.
semantikal / aksiologi.......................................................................12
4.
Ciri-ciri bahasa universal......................................................................12
5.
Para ahli bahasa dan pandangannya terhadap bahasa.......................12
D.
Hubungan Bahasa Dengan Filsafat...........................................................13
E.
Kelemahan-Kelamahan Bahasa................................................................15
F.
Fungsi Filsafat Terhadap Bahasa .............................................................17
G. Peranan Filsafat Bahasa Dalam
Pengembangan Bahasa.........................19
BAB III : PENUTUP
KESIMPULAN......................................................................................................21
Daftar
pustaka....................................................................................................24
BAB I
FILSAFAT DAN BAHASA
Pendahuluan
Latar Belakang
“tiada
kehidupan tanpa sebuah bahasa” dan “tiadasebuah cinta tanpa adanya filsafat”
Bahasa dan
filsafat berjalan berpapasan mengikuti arus sesuai dengan peralihan dari siang
ke petang, dari hari kemarin ke hari esok. Sesorang akan mampu berfilsafat jika
bahasa itu ada, begitu juga dengan adanya bahasa, seseorang itu akan berbahasa
sesuai dengan hasil penalaran, proses kerja otak dan menghasilkan pengetahuan
yang diolah melalui filsafat. Jadi, bahasa dan filsafat merupakan dua sejoli
yang tidak terpisahkan. Mereka bagaikan dua sisi mata uang yang senantiasa
bersatu..
Minat
seseorang terhapad kajian bahasa bukanlah hal yang baru sepanjang sejarah
filsafat. Semenjak munculnya retorika corax dan cicero pada zaman yunani dan
romawi abad 4 – 2 sm hingga saat ini (post modern), bahasa merupakan salah satu
tema kajian filsafat yang sangat menarik.
Hadirnya
istilah filsafat bahasa dalam ruang dunia filsafat dapat dikatan sebagai suatu
hal yang baru. Istilah muncul bersamaan dengan kecendrungan filsafat abad ke-20
yang bersifat logosentris. Oleh karena itu, sangat wajar apabila ditemukan
kesulitan untuk mendapatkan pengertian yang pasati mengenai apa sebetulnya yang
dimaksud dengan filsafat bahasa.
Verhaar telah
menunjukkan dua jalan yang terkandung dalam istilah filsafat bahasa, yaitu : 1)
filsafat mengenai bahasa; dan 2) filsafat berdasarkan bahasa. Di dalam
pembahasan makalah ini, akan dibahasa lebih detail tentang hakikat filsafat
bahasa. Dan adapun garis-gari besar yang dibahas yaitu : spekulasi asal-usul
bahasa, defenisi bahasa dan filsafat itu sendiri, esensi bahasa ditinjau dari
segi filsafat, hubungan bahasa dengan filsafat, kelemahan-kelamahan bahasa,
fungsi filsafat terahadap bahasa, dan peranan filsafat bahasa dalam pengembangan
bahas
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Spekulasi Asal-Usul Bahasa
Kendati setiap manusia berbahasa dan melalui bahasa mereka dapat
berinteraksi dengan yang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta bahasalah
yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan tuhan yang lain, tidak banyak
orang memberikan perhatian pada asal usul bahasa. Orang hanya
take for granted bahwa bahasa hadir bersamaan dengan kehadiran manusia,
sehingga di mana ada manusia, di situ pula ada bahasa. Jadi bahasa adalah
given. Orang mulai menanyakan asal mula bahasa ketika ada persoalan mengenai
hubungan antara kata dan makna, tanda dan yang ditandai, hakikat makna, dan
perbedaan makna kata yang mengakibatkan kesalahpahaman. Para ahli lebih
memberikan perhatian pada bentuk bahasa, ragam bahasa, perubahan bahasa, wujud
bahasa, struktur bahasa, fungsi bahasa, pengaruh bahasa, perencanaan bahasa,
pengajaran bahasa, perolehan bahasa, evaluasi dan sebagainya daripada melacak
sejarah kelahirannya. Padahal dengan mengetahui sejarah kelahirannya akan dapat
diperoleh pemahaman yang utuh tentang bahasa.
Sebenarnya
studi tentang bahasa, termasuk tentang asal usul bahasa atau glottogony sudah
lama dilakukan para ilmuwan, seperti sosiolog, psikolog, antropolog, filsuf,
bahkan teolog. Tetapi karena pusat perhatian para ilmuwan tersebut
berbeda-beda, maka tidak diperoleh pengetahuan yang memadai tentang asal usul
bahasa. Yang diperole justru pengetahuan tentang cabang-cabang ilmu bahasa,
seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolingusitik, filsafat bahasa
dan sebagainya. Seolah tak mau ketinggalan dengan para ahli sebelumnya,
belakangan para neurolog dan geolog juga mengkaji bahasa, sehingga muncul ilmu
neurolinguistik dan geolinguistik. Belakangan para ahli komunikasi juga
menjadikan bahasa sebagai pusat kajian. Secara mikro, lahir ilmu seperti
fonologi, morfologi, sintak, semantik, gramatika, semiotika dan sebagainya
tidak mengherankan bahwa bahasa akhirnya menjadi bahan kajian para ilmuwan dari
berbagai disiplin. Ini sekaligus membuktikan bahwa bahasa menjadi demikian
penting dalam kehidupan manusia. Tidak berlebihan jika seorang filsuf
hermeneutika kenamaan gadamer mengatakan bahwa bahasa adalah pusat memahami dan
pemahaman manusia. Sebab, melalui bahasa akan diketahui pola pikir, sistematika
berpikir, kekayaan gagasan, kecerdasan, dan kondisi psikologis seseorang.
Namun demikian
asal usul bahasa atau sejarah bahasa tetap obscure dan studi tentang asal usul
bahasa tidak sesemarak bidang-bidang kebahasaan yang lain. Mengapa? Jawabannya
sederhana dan spekulatif. Sebab, karena tidak terdapat bukti yang cukup untuk
menyimpulkan kapan sejatinya pertama kali bahasa digunakan oleh manusia, siapa
yang memulai dan bagaimana pula memulainya.
Alih-alih menyimpulkan kapan bahasa pertama kali digunakan manusia, para
ahli bahasa justru sepakat bahwa tidak seorang pun mengetahui secara persis
kapan bahasa awal mula ada, di mana, bagaimana membuatnya dan siapa yang
mengawalinya. Ungkapan yang lazim mengatakan bahwa sejarah
bahasa dimulai sejak awal keberadaan manusia. Dengan demikian, sejarah bahasa
berlangsung sepanjang sejarah manusia. Ada sedikit informasi dari para peneliti
sejarah bahasa yang menyimpulkan bahwa bahasa muncul pertama kali kurang lebih
3000 sm. Inipun dianggap kesimpulan yang spekulatif dan tanpa bukti yang kuat.
Karena hasil
studi tentang asal usul bahasa dianggap tidak pernah memuaskan, malah ada yang
bersifat mitos dan main-main, maka menurut alwasilah (1990: 1) pada 1866
masyarakat linguistik perancis pernah melarang mendiskusikan asal usul bahasa
karena hasilnya tidak pernah jelas dan hanya buang-buang waktu saja. Perhatian
dan waktu lebih baik dipusatkan untuk mengkaji bidang-bidang lain yang hasilnya
jelas dan tidak spekulatif, seperti bidang kedokteran, biologi, fisika,
astronomi dan sebagainya.
Namun
demikian, terdapat beberapa teori tentang asal usul bahasa, di antaranya
bersifat tradisional dan mistis. Misalnya, ada yang beranggapan bahwa bahasa
adalah hadiah para dewa yang diwariskan secara turun temurun kepada manusia,
sebuah ungkapan yang sulit diterima kebenarannya secara ilmiah dan nalar logis.
Namun menurut pei (1971: 12) pada kongres linguistik di turki tahun 1934 muncul
pendapat yang menyatakan bahwa bahasa turki adalah akar dari semua bahasa dunia
karena semua kata dalam semua bahasa berasal dari giines, kata turki yang
berarti “matahari”, sebuah planet yang pertama kali menarik perhatian manusia
dan menuntut nama. Kendati kebenarannya masih dipertanyakan banyak kalangan,
pendapat tersebut tidak berlebihan. Sebab, dari sisi penggunanya bahasa turki
dipakai tidak saja oleh orang turki, tetapi juga oleh masyarakat di
negara-negara bekas uni soviet, seperti tajikistan, ubekistan, armenia,
ukraina, dan sebagainya.
Sebuah hipotesis tentang teori bahasa yang didukung oleh darwin (1809-1882)
menyatakan bahwa bahasa hakikatnya lisan dan terjadi secara evolusi, yakni
berawal dari pantomime-mulut di mana alat-alat suara seperti lidah, pita suara,
larynk, hidung, vocal cord dan sebagainya secara reflek berusaha meniru
gerakan-gerakan tangan dan menimbulkan suara. Suara-suara
ini kemudian dirangkai untuk menjadi ujaran (speech) yang punya makna. Masih
menurut darwin kualitas bahasa manusia dibanding dengan suara binatang hanya
berbeda dalam tingkatannya saja. Artinya, perbedaan antara bahasa manusia dan
suara binantang itu sangat tipis, sampai-sampai ada sebagian yang berpendapat
bahwa binatang juga berbahasa. “all social animals communicate with each other,
from bees and ants to whales and apes, but only humans have developed a
language which is more than a set of prearranged signals”. .
Bahasa manusia
seperti halnya manusia sendiri yang berasal dari bentuk yang sangat primitif
berawal dari bentuk ekspresi emosi saja. Contohnya, perasaan jengkel atau jijik
diekspresikan dengan mengeluarkan udara dari hidung dan mulut, sehingga
terdengar suara “pooh” atau “pish”. Oleh max miller (1823-1900), seorang ahli
filologi dari inggris kelahiran jerman, teori ini disebut poo-pooh theory,
kendati miller sendiri tidak setuju dengan pendapat darwin (alwasilah, 1990:
3).
Sebagian yang
lain berpendapat bahwa bahasa awalnya merupakan hasil imajinasi orang dengan
melihat cara jenis-jenis hewan atau serangga tertentu berkomunikasi. Misalnya,
kumbang menyampaikan maksud kepada sesamanya dengan mengeluarkan bau dan
menari-nari di dalam sarangnya. Semut berkomunikasi dengan antenenya.
Ada juga teori “bow-wow” yang mengatakan bahwa bahasa muncul sebagai tiruan
bunyi-bunyi yang terdengar di alam, seperti nyanyian burung, suara binatang,
suara guruh, hujan, angin, ombak sungai, samudra dan sebagainya, sehingga teori
ini disebut echoic theory. Jadi tidak berevolusi sebagaimana aliran
teori darwinian di atas. Menurut teori “bow-wow” ada relasi yang jelas antara
suara dan makna, sehingga bahasa tidak bersifat arbitrer. Misalnya, dalam
bahasa indonesia ada kata-kata seperti: menggelegar, bergetar, mendesis,
merintih, meraung, berkokok dan sebagainya. Contoh lainnya, misalnya, oleh
sebagian masyarakat anjing disebut sebagai “bow-wow” karena ketika menyalak
suaranya terdengar “bow-wow”. Dengan berpikir praktis, orang menamai binatang
yang menyalak itu sebagai “bow-wow”.
Mirip teori
“bow-wow”, ada juga teori “ding-dong” atau disebut nativistic theory, yang
dikenalkan oleh muller, yang mengatakan bahwa bahasa lahir secara alamiah.
Teori ini sama dengan pendapat socrates bahwa bahasa lahir secara alamiah.
Menurut teori ini manusia memiliki kemampuan insting yang sangat istimewa dan
tidak tidak dimiliki oleh makhuk yang lain, yakni insting untuk mengeluarkan
ekspresi ujaran ketika melihat sesuatu melalui indranya. Kesan yang diterima
lewat bel bagaikan pukulan pada bel hingga melahirkan ucapan yang sesuai.
Misalnya, sewaktu manusia primitif dulu melihat serigala, maka secara insting
terucap kata “wolf”.
Ada juga teori “pooh-pooh” yang mengatakan pada awalnya bahasa merupakan
ungkapan seruan keheranan, ketakutan, kesenangan, kesakitan dan sebagainya. Ada teori
“yo-he-ho” yang mengatakan bahasa pertama timbul dalam suasana kegiatan sosial
di mana terjadi deram dan gerak jasmani yang secara spontan diikuti dengan
munculnya bahasa. Misalnya, ketika sekelompok orang secara bersama-sama
mengangkat kayu atau benda berat, secara spontan mereka akan mengucapkan
kata-kata tertentu karena terdorong gerakan otot.
Ada juga teori
“seng-song” yang mengatakan bahasa berawal dari nyanyian primitif yang belum
terbentuk oleh kelompok masyarakat. Selanjutnya nyanyian tersebut dipakai untuk
menyampaikan maksud atau pesan dan membentuk struktur yang teratur walau sangat
sederhana. Nenek moyang kita jutaan tahun lalu berbahasa dengan kosa kata dan
tatabahasa yang sangat terbatas. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia,
sistem lambang ini pun berkembang hingga akhirnya lahir bahasa tulis. Lewat
bahasa tulis, peradaban manusia berkembang menjadi demikian pesat. Dengan
demikian, bahasa terbentuk dan berkembang secara evolutif
Berbeda dengan
aliran-aliran primitif tersebut di atas, para filsuf yunani kuno, seperti
pythagoras, plato, dan kaum stoika berpendapat bahwa bahasa muncul karena
“keharusan batin” atau karena “hukum alam”. Disebut “keharusan batin”, karena
bahasa hakikatnya adalah perwujudan atau ekspresi dunia batin penggunanya.
Lihat saja bagaimana bahasa seseorang ketika sedang marah, bahagia, gelisah dan
sebagainya. Semuanya tergambar dalam bahasa yang diucapkan. Pendapat yang cukup
masuk akal dan menjadi dasar pemahaman orang tentang makna bahasa sampai saat
ini muncul dari filsuf seperti demokritus, aristoteles, dan kaum epikureja yang
mengatakan bahwa bahasa adalah hasil persetujuan dan perjanjian antar-anggota
masyarakat. Sebab, sifat dasar manusia adalah keinginannya berinteraksi dengan
orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Untuk itu, mereka
memerlukan sarana atau alat komunikasi. Tetapi pertanyaannya adalah bagaimana
orang melakukan perundingan atau persetujuan atas sesuatu sementara mereka
belum memiliki alat untuk itu. Apakah hanya menggunakan isyarat dengan anggota
badan? Sayangnya, teori ini berhenti sampai di sini.
Kendati teori
tentang asal mula bahasa masih kabur dan demikian beragam, dari yang bersifat
mitos, religius, mistis sampai yang agak ilmiah, menurut hidayat (1996: 29)
secara garis besar terdapat tiga perspektif teoretik mengenai asal usul bahasa,
yakni teologik, naturalis, dan konvensional. Aliran teologik umumnya menyatakan
bahwa kemampuan berbahasa manusia merupakan anugerah tuhan untuk membedakannya
dengan makhluk ciptaannya yang lain. Dalam al qur’an (2: 31) allah dengan tegas
memerintahkan adam untuk memberi nama benda-benda (tidak menghitung benda).
Para penganut aliran ini berpendapat kemampuan adam untuk memberi nama benda
disebut tidak saja sebagai peristiwa linguistik pertama kali dalam sejarah
manusia, tetapi juga sebuah peristiwa sosial yang membedakan manusia dengan
semua makhluk ciptaan tuhan yang lain. Tak bisa dipungkiri bahasa kemudian
menjadi pembeda yang sangat jelas antara manusia (human) dengan makhluk yang
bukan manusia (non-human).
Tentu saja
pendapat ini bersifat dogmatis dan karenanya tidak perlu dilakukan kajian
secara ilmiah dan serius tentang asal usul bahasa. Kehadiran bahasa diterima
begitu saja, sama dengan kehadiran manusia yang tidak perlu dipertentangkan.
Karena bersifat teologik, maka aliran ini terkait dengan keimanan seseorang.
Bagi yang beragama islam perintah allah kepada adam di atas harus diterima
sebagai kebenaran, karena tersurat dengan jelas di dalam kitab suci al qur’an.
Sisi positif aliran ini adalah kebenarannya bersifat mutlak dan karenanya tidak
perlu diperdebatkan karena berasal dari allah. Tetapi sisi negatifnya ialah
aliran ini menjadikan ilmu pengetahuan tentang bahasa tidak berkembang. Sebab,
tidak lagi ada kajian atau penelitian tentang asal usul bahasa. Padahal,
penelitian merupakan aktivitas ilmiah yang sangat penting untuk menjelaskan dan
mencari jawaban atas berbagai fenomena alam, sosial, dan kemanusiaan termasuk
fenomena bahasa. Lebih dari itu, penelitian merupakan aktivitas untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan.
Tidak pernah
ada ilmu pengetahuan berkembang tanpa penelitian. Hampir semua ilmu pengetahuan
yang berkembang pesat dibarengi dengan kegiatan penelitian secara intensif.
Misalnya, ilmu kedokteran, biologi, fisika, astronomi dan sebagainya.kemajuan
pesat pada ilmu-ilmu itu beberapa dasawarsa belakangan ini karena kegiatan
penelitian yang begitu intensif di bidang itu.
B. Defenisi Bahasa
Dan Filsafat
Menurut keraf
dalam smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian bahasa. Pengertian
pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat
berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa
adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran)
yang bersifat arbitrer.
Lain halnya
menurut owen dalam stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa yaitu language
can be defined as a socially shared combinations of those symbols and rule
governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode
yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep
melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol
yang diatur oleh ketentuan).
Pendapat di
atas mirip dengan apa yang diungkapkan oleh tarigan (1989:4), beliau memberikan
dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang sistematis,
barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat
lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer.
Menurut
santoso (1990:1), bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia secara sadar.
Definisi lain,
bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan (lenguage may be form and
not matter) atau sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, atau juga suatu
sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari suatu tatanan atau
suatu tatanan dalam sistem-sistem. Pengertian tersebut dikemukakan oleh mackey
(1986:12).
Menurut wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna
dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional,
yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk
melahirkan perasaan dan pikiran.
Hampir senada
dengan pendapat wibowo, walija (1996:4), mengungkapkan definisi bahasa ialah
komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan,
maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain.
Pendapat
lainnya tentang definisi bahasa diungkapkan oleh syamsuddin (1986:2), beliau
memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk
membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang
dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang
jelas dari kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari
keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan.
Sementara
pengabean (1981:5), berpendapat bahwa bahasa adalah suatu sistem yang
mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada sistem saraf. Pendapat
terakhir dari makalah singkat tentang bahasa ini diutarakan oleh soejono
(1983:01), bahasa adalah suatu sarana perhubungan rohani yang amat penting
dalam hidup bersama.
Sedangkan
filsafat, jika dilihat dari ilmu asal-usul kata (etimologi), istilah filsafat
diambil dari kata falasafah yang berasal dari bahasa arab. Istilah ini diadopsi
dari bahasa yunani, yaitu dari kata “philosophia´
Kata
philosophia terdiri dari kata philein yang berarti cinta (love), dan sophia
yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Dengan demikian, secara etimologis
filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan (love of wisdom) secara mendalam.
Dari sini terdapat ungkapan yang menyatakan bahwa filosof (filsuf, failasuf)
adalah seorang yang sangat cinta akan kebijaksanaan secara mendalam. Dan kata
filsafat pertama kali digunakan oleh phytagoras (582-496 m). Selanjutnya
berikut ini beberapa penjelasan mengenai filsafat menurut para ahli yaitu
bahasa; a) filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan
kebenaran yang asli (plato), b) filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi
kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politi k, dan estetika (aristoteles), c) filasafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam amaujud bagaimana hakikat yang sebenarnya (al-farabi),
d) filsafat adalah sekumpulan segala pengetahuan dimana tuhan, alam dan manusia
menjadi pokok penyelidikan (rene decrate), e) filasafat adalah ilmu pengetahuan
yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan, yang didalamnya mencakup
masalah epistemology mengenai segala sesuatu yang kita ketahui ((immanuel kant),
f) filasafat adalah berpikir tentang masalah-malasah yaitu tentang makna
keadaan, tuhan, keabadian, dan kebebasan (langeveld), g) filasafat adala ilmu
yang menyelidiki tentang segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan,
alam semesta dan manusia (hasbullah bakri), h) filasafat adalah pemerenungan
terhadap sebab-sebab “ada” dan berbuat tentang kenyataan (reality) sampai pada
akhir (n. Driyarka), i) filsafat adalah hal-hal yang menjadi objek dari sudut
intinya yang mutlak dan yang terdalam (notonagoro), j) filasafat adalah ilmu
yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu
berdasarkan pikiran belaka (ir. Paedjawijata), k) filsafat adalah ilmu yang
selalu mencari yang hakiki baik masalah ketuhanan, realita yang dialami baik dari
subjek yaitu manusia maupun dari objeknya yaitu alam (muhsyanur syahrir).
C. Esensi Bahasa
Ditinjau Dari Segi Filsafat
1.
Bidang-bidang khusus yang dikaji dalam filsafat bahasa
A) filsafat
analitik
Filsafat
analitik atau filsafat linguistik atau filsafat bahasa, penggunaan istilahnya
tergantung pada preferensi filusuf yang bersangkutan. Namun pada umumnya kita
dapat menjelaskan pendekatan ini sebagai suatu yang menganggap analisis bahasa
sebagai tugas mendasar filusuf.
Akar-akar
analisis linguistik ditanam di lahan yang disiangi oleh seorang matematikawan
bernama gottlob frege. Frege memulai sebuah revolusi logika (analitik), yang
implikasinya masih dalam proses penanganan oleh filsuf-filsuf kontemporer. Ia
menganggap bahwa logika sebetulnya bias direduksi kedalam matematika, dan yakin
bahwa bukti-bukti harus selalu dikemukakan dalam bentuk langkah-langkah
deduktif yang diungkapkan dengan jelas. Yang lebih penting, ia percaya logika
mampu mengerjakan tugas-tugas jauh melampaui apa saja yang dibayangkan oleh
aristoteles, asalkan makna para logikawan bisa mengembangkan cara pengungkapan
makna linguistik. Seluruhnya dengan simbol-simbol logika. Salah satu idenya
yang berpengaruh adalah membuat perbedaan “arti” (sense) proposisi dan
“acuannya” (referenci)-nya, dengan mengetengahkan bahwa proposisi memiliki
makan bahwa apabila mempunyai arti sekaligus acauan. (ide ini mengandung
kemiripan yang menonjol, secara kebetulan dengan pernyataan kant bahwa
pengetahuan hanya muncul melalui sintesis antara konsep dan intuisi).
B) filsafat
sintetik
Tekanan yang
berlebihan pada logika analitik dalam filsafat, seperti yang telah kita amati,
sering menimbulkan pandangan yang mengabaikan semua mitos dalam pencarian
sistem ilmiah. Sejauh mana filsuf-filsuf membolehkan cara pikir mitologis untuk
memainkan peran dalam berfilsafat barangkali sebanding dengan sejauh mana
mereka mengakui berapa bentuk logika sintetik sebagi komplemen sebagai analitik
yang sah. Contoh: yesus mengalami hubungan antara bapak da putra, sehingga ia
mgajari pengikut-pengikutnya agar berdo’a kepada bapak mereka yang di surga.
C) filsafat
hermeneutik
Aliran utama
filsafat ketiga pada abad kedua puluh meminjam namanya, dengan alas an yang
baik, mengingat sifat mitologis ini. Sebgaiman tugas hermes ialah mengungkapkan
makna tersembunyi dari dewa-dewa ke manusia-manusia, filsafat hermeneutik pun
berusaha memahami persoalan paling dasar dalam kajian ilmu tentang logika atau
filsafat bahasa: bagaimana pemahaman itu sendiri mengambil tempat bilamana kita
menafsirkan pesan-pesan ucapan atau tulisan. Filsafat hermeneutic memilik akar
yang dalam di kebudayaan barat. Bahkan, aristoteles sendiri menulis buku
berjudul peri hermeneias (tentang interpretasi), walau ini lebih berkenan
dengan pertanyaan-pertanyaan dasar logika daripada dengan persoalan yang saat
ini kita kaitkan dengan hermeneutika.
Karya pertama
yang berusaha secara praktis obyektif menata prinsip-prinsip penafsiran semacam
itu adalah introduction to the correct interpretation of reasonable discourses
and book (1742), karya johann chladenius (1710-1759). Dengan menetapkan
hermeneutika sebagai seni pemorelahan pemahaman pembicaraan secara lengkap
(entah ucapan entah tulisan), ia mengsulkan tiga prinsip dasar yang harus
selalu diikuti: (1) pembaca harus menangkap gaya atau “genre”
pembicara/penulis; (2) aturan logika yang tak bisa berubah dari aristotelian
harus digunakan untuk menagkap makna setiap kalimat; (3) “perspektif” atau
“sudut pandang” pembicara/penulis harus ditanamkan di dalam benak, terutama
ketika membandingkan laporan yang berbeda tentang peristiwa atau pandangan yang
sama.
2. Hubungan
bahasa dan pengetahuan bahasa
Relasi antara
hubungan bahasa dan pengetahuan bahasa dapat dikatakan sebagai hubungan
kausalitas. Dan di dalam perkembangannya, bahasa sudah dijadikan obyek menarik
bagi perenungan, pembahasan dan penelitian dunia filsafat. Selai bahasa
mempunyai daya tarik tersendiri, ia juga memiliki kelemahan sehubungan dengan
fungsi dan perannya yang begitu luas dan kompleks, seperti ia tidak bisa mengetahui
dirinya secara tuntas dan sempurna, sehingga filsafatlah yag memberikan
pengetahuan pada dirinya.
3. Filsafat
dapat dikaji melalui tiga aspek yaitu, epistemology, antologi dan aksiologi.
A)
epsitemologi (asal mula) adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia
merupakan cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh
pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah). Epistemologi juga
membahas bagaimana menilai kelebihan dan kelemahan suatu model epistemologik
be¬serta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah), seperti teori ko¬herensi,
korespondesi pragmatis, dan teori intersubjektif. Pengetahuan merupakan daerah
persinggungan antara benar dan dipercaya. Metode ilmiah menggabungkan cara
berpikir deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara
penjelasan teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Secara
rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif,
sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta
dari yang tidak. Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu pengetahuan
maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun pengetahuan
tersebut harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak
benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang
kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin
saja mengalami penyimpangan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu
berubah-ubah dan berkembang.
Secara umum
dapat difenisikan sebagai lambang. Pengertian lain dari bahasa adalah alat
komunikasi yang berupa sistem lambang yang dihasilkan oleh alat ucap pada
manusia. Perlu kita ketahui bahwa bahasa terdiri dari kata-kata atau kumpulan
kata. Masing-masing mempunyai makna, yaitu, hubungan abstrak antara kata
sebagai lambang dengan objek atau konsep yang diwakili kumpulan kata atau kosa
kata itu oleh ahli bahasa disusun secara alfabetis, atau menurut urutan abjad,
disertai dengan penjelasan artinya dan kemudian dibukukan menjadi sebuah kamus
atau leksikon.
Pada waktu
kita berbicara atau menulis, kata-kata yang kita ucapkan atau kita tulis tidak
tersusun begitu saja, melainkan mengikuti aturan yang ada. Untuk mengungkapkan
gagasan, pikiran atau perasaan, kita harus memilihkata-kata yang tepat dan
menyusun kata-kata itu sesuai dengan aturan bahasa. Seperangkat aturan yang
mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita gunakan sebagai pedoman berbahasa
inilah yang disebut tata bahasa.
Untuk
selanjutnya yang berhubungan dengan tata bahasa akan dibahas lebih detail lagi
yaitu tentang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan etimologi.
Pengertian dari fonologi ialah bagian tata bahasa yang membahas atau
mempelajari bunyi bahasa. Morfologi mempelajari proses pembentukan kata secara
gramatikal beserta unsur-unsur dan bentuk-bentuk kata. Sintaksis membicarakan
komponen-komponen kalimat dan proses pembentukannya. Bidang ilmu bahasa yang
secara khusus menganalisis arti atau makna kata ialah semantik, sedang yang
membahas asal-usul bentuk kata adalah etimologi.
B) ontologikal
(objek atau sasaran) membahas keberadaan sesuatu yang bersifat kongkrit secara
kritis. Pemahaman ontologik meningkatkan pemahaman manusia tentang sifat dasar
berbagai benda yang akhimya akan menentukan pendapat bahkan ke¬yakinannya
mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang
dicarinya.
Rizal
mustansyir menyebutkan bahwa objek material filsafat bahasa adalah kefilsafatan
atau bahasa yang dipergunakan dalam filsafat. Sedangkan objek formal filsafat
bahasa menurutnya, ialah pandangan filsafati atau tinjauan secara filsafati.
C) semantikal
/ aksiologi (nilai dan fungsi) meliputi nilai nilai kegunaan yang bersifat
normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau ke¬nyataan yang dijumpai
dalam seluruh aspek kehidupan. Nilai-nilai kegunaan ilmu ini juga wajib
dipatuhi seorang ilmuwan, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam
menerapkan ilmu.
Salah satu
aspek penting dari bahasa ialah aspek fungsi bahasa. Secara umum fungsi bahasa
adalah sebagai alat komunikasi, bahkan dapat dipandang sebagai fungsi utama
bahasa.
4. Ciri-ciri
bahasa universal
A) bahasa itu
mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vocal dan konsonan. Misalnya, bahasa
indonesia mempunyai 6 vokal dan 22 konsonan, bahasa arab mempunyai tiga vocal
pendek dan tiga vocal panjang serta 28 konsonan (al-khuli 1982;321); bahasa
inggris memiliki 16 buah vocal dan 24 konsonan (al-khuli 1982: 320).
B) bahasa
mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah kata, frase, kalimat dan
wacana.
5. Para ahli
bahasa dan pandangannya terhadap bahasa
A) ferdinand
de saussure sangat menekankan bahwa tanda-tanda bahasa secara bersama membentuk
system; bahwa langue, dengan kata lain berwatak sistematik dan structural.
Dengan pandangan terhadap sistematika bahasa ini de saussure telah menjalankan
pengaruh yang dahsyat. Hal ini mengisyaratkan bahwa sistem bahasa bukan saja
mengacu pada bahasa oral, namun juga mencakup pada sistem kebahasaan lainnya
yang bersangkutan dengan sosio budaya dari kehidupan manusia.
B) noam
chomsky berpendapat suatu bahasa yang hidup ditandai oleh kreativitas yang
dituntut oleh aturan-aturan. Aturan-aturan tata bahasa nyata bertalian dengan
tingkah laku kejiwaan, manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat belajar
bahasa, bahasa yang hidup adalah bahasa yang dapat dipakai dalam berpikir.
C) benyamin
lee dan sapir hipotesis yang diusungnya adalah struktur bahasa suatu budaya
menentukan apa yang orang pikirkan dan lakukan. Dapat dibayangkan bagaimana
seseorang menyesuaikan dirinya dengan realitas tanpa menggunakan bahasa, dan
bahwa bahasa hanya semata-mata digunakan untuk mengatasi persoalan komunikasi
atau refleksi tertentu. Hipotesis ini menunjukkan bahwa proses berpikir kita
dan cara kita memandang dunia dibentuk oleh struktur gramatika dari bahasa yang
kita gunakan.
D. Hubungan
Bahasa Dengan Filsafat
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa di antara fungsi bahasa ialah sebagai
alat untuk mengkomunikasikan suatu gagasan kepada orang lain. Setiap gagasan
yang dihasilkan seseorang tidak akan diketahui oleh khalayak manakalah tidak
dikomunikasikan melalui bahasa.
Bahasa tidak saja
sebagai alat komunikasi untuk mengantarkan proses hubungan antarmanusia, tetapi
jangan lupa, bahasa pun mampu mengubah seluruh kehidupan manusia. Artinya,
bahwa bahasa merupakan aspek terpenting dari kehidupan manusia. Sekelompok
manusia atau bangsa yang hidup dalam kurun waktu tertentu tidak akan bias
bertahan jika dalam bangsa teresbut tidak ada bahasa. Kearifan
melayu mengatakan : “bahasa adalah cermin budaya bangsa, hilang budaya maka
hilang bangsa”. Jadi bahasa dalah sine qua non, suatu yang mesti ada bagi
kebudayaan dan masyarakat manusia.
Karena itu,
siapa pun orang akan senantiasa melakukan relasi yang erat dengan bahasa.
Seorang filosofi, misalnya, ia akan senantiasa bergantung kepada bahasa. Fakta
telah menunjukkan bahwa ungkapan pikiran dan hasil-hasil perenungan filosofis
seseorang tidak dapat dilakukan tanpa bahasa. Bagaimanapun alat paling utama
dari filsafat adalah bahasa. Tanpa bahasa, seorang filosof (ahli filsafat)
tidak mungkin bias mengungkapkan perenungan kefilsafatannya kepada orang lain.
Tanpa bantuan bahasa, seseorang tidak akan mengerti tentang buak pikiran
kefilsafatan.
Louis o. Katsooff berpendapat bahawa suatu system filsafat sebenarnya dalam
arti tertentu dapat dipandang sebagai suatu bahasa, dan perenungan kefilsafatan
dapat dipandang sebagai suatu upaya penyusunan bahasa tersebut. Karena itu
filsafat dan bahasa senantiasa akan beriringan, tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Ia bagaikan gula dengan manisnya. Keduanya memiliki cinta yang
sejati, sebuah cinta yang tidak mengetengahkan dimiliki dan memiliki. Hal ini
karena bahasa pada hakikatnya merupakan sistem symbol-simbol. Sedangkan tugas
filsafat yang utama adalah mencari jawab dan makna dari seluruh symbol yang
menampakkan diri di alam semesta ini. Bahasa juga adalah alat untuk membongkar
seluruh rahasia symbol-simbol tersebut.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa bahasa dan filsafat memiliki
hubungan atau relasi yang sangat erat, dan sekaligus merupakan hokum kausalitas
(sebab musabbab dan akibat) yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Sebab itulah
seorang filosof (ahli filsafat), baik secara langsung maupun tidak, akan
senantiasa menjadikan bahasa sebagai sahabat akrabnya yang tidak akan
terpisahkan oleh siapa pun dan dalam kondisi bagaimanapun. Bahkan
akhir-akhir ini “bahasa” telah dijadikan sebagai objek yang sangat menarik bagi
perenungan, pembahasan dan penelitian dunia filsafat. Hal ini selain bahasa
memiliki daya tarik tersendiri untuk dijadikan objek penelitian filsafat, ia
juga memiliki kelemahan-kelemahan tertentu sehubungan dengan fungsi dan
perannya yang begitu luas dan kompleks. Salah satu kelemahannya yaitu tidak
mengetahui dirinya secara tuntas dan sempurna, sebagaimana mata tidak dapat
melihat dirinya sendiri.
Realitas
semacam itulah, barangkali yang mendorong para filosof dari tradisi realisme di
inggris mengalihkan orientasi kajian kefilsafatannya pada analisis bahasa
seperti yang telah dilakukan oleh george more (1873-1958), bertrand russel
(1872-1970), ludwig wittgenstein (1889-1951), alfref ayer (1910- ), dan yang
lainnya. Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok ini sering dikelompokkan
sebagai aliran baru dalam filsafat, yaitu aliran filsafat analisis bahasa atau
filsafat analitis.
Sebagaimana
dijelaskan bahwa filsafat bahasa bahasa adalah pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakikat bahasa, sebab, asal, dan hukumnya. Hubungan
bahasa dengan filsafat telah lama menjadi perhatian para filsuf bahkan sejak zaman
yunani. Para filsuf mengetahui bahwa berbagai macam problem filsafat dapat
dijelaskan melalui suatu analisis bahasa.
E.
Kelemahan-Kelamahan Bahasa
Karena fungsi
dan peranan bahasa begitu luas dan kompleks bagi kehidupan umat manusia, maka kita
akan diperhadapkan pada kesulitan yang sangat berarti mengenai bahasa. Kesulita
itu ialah, bahasa bahasa dalam realitasnya memiliki kelemahan-kelamahan.
Kelemahan-kelamahan itu ditimbulkan oleh si pemakai bahasa atau kelemahan yang
timbul dari diri bahasa itu sendiri.
Diantar a
kelemahan-kelemahan dari bahasa itu akan diurai dalam pembahasan berikut ini :
Pertama,
bahasa sebagai suatu system symbol ternyata tidak dapat mengungkap seluruh
realitas yang ada di dunia ini. Ketidakmampuannya itu karena realitas-realitas
itu pada dasarnya merupakan symbol-simbol yang mesti diberi makna. Juga seperti
yang diungkapkan wittgenstein, bahwa karena bahasa merupakan gambar dunia,
subjek yang menggunakan bahasa tidak termasuk menggambarkan dunia. Seperti mata
tidak dapat diarahkan kepada dirinya sendiri, demikian juga subjek yang
menggunakan bahasa tidak dapat mengarahkan bahasa kepada dirinya sendiri.
Kedua, bahasa
ketika digunakan oleh pengguna bahasa seringkali memiliki kecendrungan
emosional dan tidak terarah. Meskipun bahasa digunakan dalam konteks ilmiah.
Kita sering mengemukakan kata-kata (bahasa) yang digunakan dalam perdebatan
ilmiah kurang mengandung arti yang pasti dan rasional yang dapat berakibat
timbulnya tidak masuk akal, terutama apabila suatu argument tergantung pada
rangsang emosi dan tidak memberikan informasi yang logis.
Ketiga, sering
dijumpai ungkapan-ungkapan bahasa dimanipulasi demi kepentingan-kepentingan
tertentu, seperti kepentingan kampanye politik, ras, suku, doktrin ajaran
tertentu, dan lain-lain. Dalam ilmu bahasa peristiwa itu lazim disebut dengan
istilah “eufemisme” bahasa, yaitu ungkapan yang lebih luas sebagai pengganti
yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan atau tidak menyenangkan, misalnya
kata “meninggal dunia” untuk mati, wanita untuk “perempuan”, ”kupu-kupu malam”
untuk “wanita pelacur”, dan “tuna wisma” untuk orang yang tidak memiliki tempat
tinggal.
Keempat,
suatuu ungkapan bahasa sering dijumpai menibulkan arti ganda, karena tidak
semua ungkapan bahasa mampu melukiskan satu arti. Kegandaan arti tersebut
biasanya ditimbulkan oleh istilah-istilah yang goyah atau lemah rumusan atau
masalahnya.
Kelima,
ungkapan bahasa sering juga menimbulkan banyak arti atau arti yang sama.
Penggunaan istilah untuk lebih dari satu arti, sementara kesan yang diberikan
untuk mengatakan hanya satu arti yang sama dalam perdebatan. Kekeliruan atau
kelemahan tadi adalah akibat dari anggapan yang salah bahwa kata itu digunakan
sepanjang diskusi tertnetu untuk memberikan arti yang tunggal.
Keenam, bahasa
tidak selamanya mampu memberikan respon, seperti selama ini dianggap sebagian
besar orang bahwa ungkapan-ungkapan bahasa yang dilontarkan akan senantiasa
memebrikan respons sesuai dengan keinginan si pemakai. Tetapi dalam
kenyataannya sering uangkapan-ungkapan bahasayang dilontarkan oleh si pemakai
tidak memberikan respons sebagaimana yang diinginkan. Seorang perjaka,
misalnya, ia menegur seorang gadis cantik yang selama ini ia idam-idamkan.
Tetapi karena kgadis terebut tidak mencintainya, maka teguran dan sapaan tidak
direspons sesuai dengan yang diharapkan. Bagi si perjaka mungkin sapaan
tersebut merupakan ungkapan rasa cinta, tapi bagi si gadis ungkapan itu
dianggap teguran biasa disamping jalan.
Ketujuh, anggapan bahwa setiap ide yang akan diungkapkan oleh pemakai
bahasa itu ada kata atau istilah yang tersedia. Mereka yang
berpandangan seperti ini, mengidentifikasikan arti sebuah istilah atau
ungkangapn dengan ide-ide yang menimbulkan dan juga ditimbulkan oleh ungkapan
atau istilah tersebut. Padahal dalam ungkapan sehari-hari kita sering menjumpai
ungkapan-ungkapan atau kata-kata yang tidak ditimbulkan oleh ide apapun.
Misalnya, ungkapan penghubung “yang”, ungkapa pengandaian “jika” “dan yang
lainnya (kata-kata semacam itu dinamakan syntegorematic), yaitu kata-kata yang
tidak dapat dikatakan timbul ole hide-ide tertentu.
Kedelapan,
banyak orang yang beranggapan bahwa setiap kata yang diungkapkan itu me-refer
atau mengacu kepada suatu objek yang konkrit, empiric, dan dapat dibuktikan
secara empiric. Padahal banyak kata-kata yang dijumpai dalam kehidupan kita
sehari-hari yang tidak mengacu kepada objek yang konkrit ada di dunia.
Misalnya, ungkapan kata “al- jannah” (surga) dan “al-nar” (neraka) yang diambil
dari untaian firman tuhan dalam kitab suci. Kata-kata ini susah untuk
dibuktikan sebagai sesuatu ungkapan yang mengacu kepada dunia konkri. Bahkan
mungkin untuk sebagian orang yang tidak mempercayainya ungkapan-ungkapan itu
hanyalah ungkapan kosong yang tidak mengandung makna apapun.
Demikianlah
beberapa kelemahan dalam bahasa (bahasa manusia) yang dapat dijelaskan dalam
pasal ini. Saya yakin masih banyak kelemahan-kelamahan lainnya yang belum bias
diungkapkan dalam tulisan ini. Kelemahan-kelemahan itu sebenarnya bias dibatasi
oleh si pemakai bahasa itu sendiri.
F. Fungsi
Filsafat Terhadap Bahasa
Kita pada maklu bahwa kerja filsafat adalah dimulai dari suatu peranyataan
kritis tantang sesuatu realitas yang tidak hanya mempertanyakan tentang dunia
yang konkrit, tetapi juga sebagian realitas yang oleh sebagian orang dianggap
tabu untuk dipertanyakan. Bagi filsafat seluruh realitas adalah layak
untuk dipertanyakan.. Bagi filsafat pertanyaan itu bukanlah sekedar bertanya,
tapi diharapkan berupa pertanyaan yang kritis tentang apa saj.
Kemudian,
untuk apa pertanyaan itu diajukan? Ya tentu saja untuk mencari jawaban dari
pertanyaan teresbut. “filsafat harus mengkritik pertanyaan-pertanyaan yang
tidak mamadai dan haru ikut mencari jawaban yang benar”, kata franz
magnis-suseno. Atau seperti kata robert spaemann : ”yang baik tidak dapat
terletak dalm pertanyaan sendiri, melainkan harus dalam jawaban”. Itu sudah
menjadi pertanyaan para filosof tempo dulu, dari socrates sampai ibnu rusd dari
andalusia.
Berikut ini
akan dikemukakan beberapa masalah kebahasaan yang memerlukan analisis atau
kerja filsafat dalam memahami dan memecahkannnya, antara lain :
1. Masalah
“bahasa’ pertama dan mendasar adalah apa hakikat bahasa itu ? Mengapa bahasa
itu harus ada pada manusia dan merupakan cirri utama manusia. Apa pula hakikat
manusia itu, dan bagaimana hubungan antara “bahasa” dan “manusia” itu.
2. Apakah
perbedaan utama antara “bahasa” manusia dan bahasa di luar manusia, seperti
bahasa binatang dan atau bahasa makhluk lain. Apa persamaannya dan apa pula
perbedaannya.
3. Apa yang
dimaksud dengan bahasa yang bermakna dan bahasa yang benar itu. Apa pula
criteria kebenaran bahasa itu. Apakah betul bahasa kitab suci bukan suatu
bahasa yang tidak bermakna. Criteria apa dari kebenaran bahasa kitab suci itu?
4. Apa
hubungan antara bahasa dan akal, dan juga apa hubungannya antara bahasa dengan
hati, intuisi dan fenomena batin manusia lainnya.
5. Bisakah
manusia berhubungan dengan bahasa-bahasa di luar manusia. Bahasa apa yang
digunakannya, dan bagaimana kita mempelajarinya.
Problem-problem
tersebut, merupakan sebagian dari contoh-contoh problematika kebahasaan, yang
dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang dalam dan sistematis
atau analisis filsafat.
Agar ada
sedikit gambaran, berikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai hubungan
fungsional antara bahasa dan filsafat. Daiantaranya adalah sebagai berikut :
1) filsafat,
dalam arti analisis filsafat merupakan salah satu metode yang digunakan oleh
para filosof dan ahli filsafat dalam memecahkan , seperti mengenai apakah hakikat
bahasa itu, atau pernyataan dan ungkapan bahasa yang bagaimana yang dapat
dikategorikan ungkapan bahasa bermakna dan tidak bermakna.
2) filsafat,
dalam arti pandangan atau aliran tertentu terhadap suatu realitas, misalnya
filsafat idealism, rasionalisme, realism, filsafat analitif, neo-posotovisme,
strukturalisme, posmodernisme, dan sebagainya, akan mewarnai pula pandangan
para ahli bahasa dalam mengembangkan teori-teorinya. Aliran filsafat tertentu
akan mempengaruhi dan memberikan bentuk serta corak tertentu terhadap
teori-teori kebahasaan yang telah dikembangkan para ahli ilmu bahasa atas dasar
aliran filsafat tersebut. Sebut saja “sausurian”, adalah suatu aliran
linguistic dan ilmu sastra yang dikembangkan di atas bangunan filsafat
strukturalisme ferdinand de saussure.
3) filsafat,
juga berfungsi member arah agar teorai kebahasaan yang telah dikembangkan para
ahli ilmu bahasa, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat
tertentu, memiliki relevansi dan realitas kehidupan ummat manusia.
4) filsafat,
termasuk juga filsafat bahasa, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk
dan arah dalam pengembangan teori-teori kebahasan menjadi ilmu bahasa
(linguistic) atau ilmu sastra. Suatu teori kebahasaan yang dikembangkan oleh
suatu aliran filsafat tertentu, akan menghasilkan forma aliran ilmu bahasa
tertentu pula. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi pengembangan ilmu kebahasaan
secara berkelanjutan.
Berrdasarkan uraian tersebut, jelaslah bahwa filsafat memiliki fungsi yang
sangat luas dan berharga bagi pengembangan ilmu bahasa maupun bahasa itu
sendiri. Fakta sejarah menginformasikan kepada kita
bahwa teradapat hubungan yang erat antara bahasa dan filsafat. Diberitakan pula
bahwa ajaran dan metode tertentu dari suatu aliran filsafat telah memberikan
sumbangan yang sangat besar terhadap perkembangan bahasa. Salah satunya adalah
ajaran ariestoteles tentang 10 kategori yang telah diadopsi oleh para ahli baha
menjadi 10 jenis kata, seperti kata benda, kata kerja, kata sifat, dan yang
lainnya. Begitu juga mengenai logika induksi dan deduksi telah dijadikan
sebagai standar kebenaran suatu ungkapan bahasa yang diwujudkan dalam
bentu-bentuk kalimat.
G. Peranan
Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Bahasa
Kegunaan (peranan) filsafat bahasa itu sangat penting pada pengembangan
ilmu bahasa karena filsafat bahasa itu adalah pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakekat bahasa, sebab, asal, dan hukumnya. Jadi
pengetahuan dan penyelidikan itu terfokus kepada hakekat bahasa, juga sudah
termasuk perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan filsafat analitika bahasa
meliputi tiga aliran yang pokok yaitu atomisme logis, positivisme logis, dan
filsafat bahasa biasa. Aliran filsafat bahasa biasa inilah yang memiliki bentuk
yang paling kuat bilamana dibandingkan dengan aliran yang lain, dan memiliki
pengaruh yang sangat luas, baik di inggris, jerman dan perancis maupun di
amerika. Aliran ini dipelopori oleh wittgenstein. Aliran filsafat bahasa biasa
juga mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain :
1. Kekaburan makna
2. Bergantung
pada konteks
3. Penuh
dengan emosi
4. Menyesatkan
Untuk mengatasi kelemahan dan demi kejelasan kebenaran konsep-konsep
filosofis maka perlu dilakukan suatu pembaharuan bahasa, yaitu perlu diwujudkan
suatu bahasa yang sarat dengan logika sehingga ungkapan-ungkapan bahasa dalam
filsafat kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan. Kelompok filsuf ini adalah
bertrand russell.
Menurut kelompok filsuf
ini tugas filsafat yaitu membangun dan mengembangkan bahasa yang dapat
mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam bahasa sehari-hari ini.
Dengan suatu kerangka bahasa yang sedemikian itu kita dapat memahami dan
mengerti tentang hakikat fakta-fakta atau kenyataan-kenyataan dasar tentang
struktur metafisis dan realitas kenyataan dunia yang menjadi perhatian yang
terpenting adalah usaha untuk membangun dan memperbaharui bahasa itu
membuktikan bahwa perhatian filsafat itu memang berkenaan dengan konsepsi umum
tentang bahasa serta makna yang terkandung di dalamnya. Sebagai suatu
bidang filsafat khusus, filsafat bahasa mempunyai kekhususannya, yaitu masalah
yang dibahas berkenaan dengan bahasa. Jadi peranan filsafat bahasa jelas sangat
penting, atau berpengaruh terhadap pengembangan ilmu bahasa. Namun berbeda
dengan ilmu bahasa atau lingkungan yang membahas ucapan tata bahasa, dan kosa
kata, filsafat bahasa lebih berkenaan dengan arti kata atau arti bahasa
(semantik). Masalah pokok yang dibahas dalam filsafat bahasa lebih berkenaan
dengan bagaimana suatu ungkapan bahasa itu mempunyai arti, sehingga analisa
filsafat tidak lagi dimengerti atau tidak lagi dianggap harus didasarkan pada
logika teknis, baik logika formal maupun matematik, tetapi berfilsafat
didasarkan pada penggunaan bahasa biasa. O1eh karena itu mempelajari bahasa
biasa menjadi syarat mutlak bila ingin membicarakan masalah-masalah filsafat,
karena bahasa merupakan alat dasar dan utama untuk berfilsafat.
Di dalam pengembangan bahasa banyak ditemui kata-kata yang bersinonim, ini
membuktikan bahwa bahasa itu berkembang sehingga banyak kata yang bersinonim.
Begitu juga akibat perkembangan bahasa itu timbul kata-kata baru, yang singkat
dan tepat, dan mewakili kata-kata yang panjang, seperti kata canggih, dahulu
kata canggih belum ada, sekarang timbul dan mewakili kata-kata yang panjang. Cukup kita
mengatakan canggih saja, di dalam dunia modern, masa kini. Selanjutnya kata
rekayasa, dahulu kata rekayasa. Tidak ditemukan, sekarang timbul untuk mewakili
kata-kata yang panjang yaitu penerapan kaidah-kaidah ilmu seperti perancangan,
membangun, pembuatan konstruksi. Selanjutnya kata monitor atau memantau dahulu
kata monitor (memantau) belum ada, sekarang timbul dan mewakili kata-kata yang
panjang, yaitu mengawasi, mengamati, mengontrol, mencek dengan cermat, terutama
untuk tujuan khusus
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan
pemaparan dari bab pembahasan diatas maka adapun yang dapat ditarik sebagai
kesimpulan pada halaman ini yaitu :
Pengertian
bahasa menurut beberapa ahli :
1. Menurut
keraf dalam smarapradhipa (2005:1)
- bahasa
adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia.
- bahasa
adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran)
yang bersifat arbitrer.
2. Owen dalam
stiawan (2006:1)
Bahasa adalah
sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk
menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi
simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan.
3. Tarigan
(1989:4)
- bahasa
adalah suatu sistem yang sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif.
- bahasa
adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer.
4. Menurut santoso
(1990:1)
Bahasa adalah
rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar.
5. Mackey
(1986:12)
Bahasa adalah
suatu bentuk dan bukan suatu keadaan (lenguage may be form and not matter) atau
sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, atau juga suatu sistem dari sekian
banyak sistem-sistem, suatu sistem dari suatu tatanan atau suatu tatanan dalam
sistem-sistem.
6. Menurut
wibowo (2001:3)
Bahasa adalah
sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap)
yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat
berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
7. Walija
(1996:4)
Bahasa ialah
komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan,
maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain.
8. Syamsuddin
(1986:2)
- bahasa
adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan
perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi.
- bahasa
adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda
yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan.
9. Pengabean
(1981:5)
Bahasa adalah
suatu sistem yang mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada sistem
saraf.
10. Soejono
(1983:01)
Bahasa adalah
suatu sarana perhubungan rohani yang amat penting dalam hidup bersama.
Esensi bahasa
ditinjau dari segi filsafat
1.
Bidang-bidang khusus yang dikaji dalam filsafat bahasa
D) filsafat
analitik
E) filsafat
sintetik
F) filsafat
hermeneutik
2. Hubungan
bahasa dan pengetahuan bahasa
3. Filsafat
dapat dikaji melalui tiga aspek yaitu, epistemology, antologi dan aksiologi.
4. Ciri-ciri
bahasa universal
5. Para ahli bahasa dan pandangannya terhadap
bahasa
Daftar pustaka
Ambary,
abdullah. 1986. Intisari tata bahasa indonesia. Bandung: djatnika.
Abidin
zainal.2000. Filsafat manusia. Bandung : PT. Remaja rosdakarya
Filsafat hukum
{mencari dan menemukan dan memahami hukum} DR. Dominikus rato, Sh.M.S.I.
Cetakan 1 laksbang justita
Santoso, kusno
budi.1990.problematika bahasa indonesia. Bandung: angkasa.
Syamsuddin,
A.R. 1986. Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka Jakarta.
.Wibowo,
wahyu. 2001. Manajemen bahasa. Jakarta: gramedia. Ahmad asep.2006. Filsafat bahasa.
Bandung : pt. Remaja rosdakarya.
Slametmuljana.
Prof. Dr. 1982. Asal usul bahasa dan bahasa nusantara jakarta: balai pustaka.
S.
Suriasumantri. Jujun.2007. Filsafat ilmu (sebuah pengantar populer).jakarta:
pustaka sinar harapan.
Surajiyo,drs.2007.
Filasafat ilmu dan perkembangannya di indonesia. Jakarta: bumi aksara.
Suparlan suhartono,ilyya muhsin, filsafat
pendidikan, yogyakarta: ar-ruzz media,2009
Terimakasih Telah Membaca Artikel Ini
Semoga Bermanfaat!!
Budayakanlah Berkomentar Untuk Kemajuan Blog Ini.
Semoga Bermanfaat!!
Budayakanlah Berkomentar Untuk Kemajuan Blog Ini.
assalmualaikum min , ijin pake yah materinya .
BalasHapusCasinos Near Foxwoods Casino & Resort - Mapyro
BalasHapusFind Casinos Near Foxwoods Casino & Resort 속초 출장안마 in 충주 출장안마 Murphy, NC near Foxwoods Resort 광명 출장샵 and Casino. Find reviews, directions, photos and 계룡 출장안마 more for casinos in 당진 출장샵